Translate

Minggu, 26 Agustus 2012

Hari Kematian


Sebenarnya, setiap orang dari kita pasti pernah menyaksikan apa yang dinamakan kematian. Entah itu cuma kematian binatang peliharaan kita, ataupun kematian dari orang-orang yang berada di sekitar kita, sampai pada kematian teman maupun anggota keluarga yang kita cintai. Sebagai manusia yang normal, memang sudah seharusnya kita bersedih hati atas semua kematian itu. Terlebih kalau orang yang telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya itu adalah orang-orang yang pernah dekat dengan kita.

Tidak mudah memang bagi seseorang untuk dapat menerima kematian dari orang-orang yang dicintainya. Sebagian orang ada yang berubah menjadi pemurung, sedih berkepanjangan dan merasa tidak lagi memiliki hari depan. Bahkan ada juga yang sampai menyalahkan Tuhan atas semua yang menimpanya. Merasa Tuhan mengabaikan dan tidak menolongnya, dan kemudian merasa kecewa dengan Tuhan.

Pada beberapa kasus yang biasanya menimpa anak-anak muda, karena merasa tidak lagi memiliki hari depan bersama si dia sang kekasih, ada sebagian orang yang sampai memilih untuk “menyusul” kekasihnya yang telah meninggal tersebut. Kelihatannya, dari sudut pandang duniawi sih sepertinya romantis sekali ya?... seperti pasangan sehidup semati gitu lo…. (cerita Romeo dan Juliet). Namun apa betul…, mereka sehidup semati? Tempat asal keberangkatannya sih memang sama, tapi apa tujuannya juga sama? Jangan-jangan yang pergi lebih dulu ke sorga sedangkan yang nyusul (bunuh diri) dapat dipastikan ke neraka.

Kematian memang tidak dapat di duga. Kedatangannya bisa kapan saja. Itulah sebabnya Alkitab memperingatkan kita untuk selalu berjaga-jaga senantiasa. Janganlah kita terlalu asik dengan kehidupan kita yang penuh dosa, dengan harapan nanti sebelum mati baru bertobat.

Jangan sesat Saudara! Ini adalah tipuan iblis untuk menjerat Saudara hingga akhirnya pintu pertobatan itu tertutup buat Saudara. Pertobatan yang diatur-atur begitu pada dasarnya bukanlah pertobatan. Pertobatan demikian tidak tulus, karena hanya dilandasi oleh keinginan untuk menyelamatkan diri saja. Bukan pertobatan dengan hati yang hancur. Ini licik!

Dulu, sayapun pernah mempunyai pandangan yang serupa. “Boleh saja seseorang bertobat menjelang kematiannya, tapi resikonya seandainya tidak sempat, ditanggung sendiri.” Tetapi sekarang pandangan itu sudah saya buang jauh-jauh. Seseorang yang memang berkeinginan untuk bertobat, seharusnya bertobat saat itu juga.

Menunda-nunda pertobatan menjelang kematiannya bukan saja takut tidak sempat, tetapi yang lebih penting takut tidak tulus dan hanya seperti orang yang bersandiwara saja. Air mata mungkin boleh keluar tetapi yang sesungguhnya di dalam hati orang tersebut, Tuhan tahu apa motif di balik pertobatannya. Pertobatan yang sungguh-sungguh berasal dari hati, bukan dari mulut! Hatilah yang dapat membuat mulut berkata jujur. Begitu juga sebaliknya, apa yang dikatakan oleh mulut, hati dapat menyangkalnya.

Bagi orang percaya, ada banyak ayat di Alkitab yang mengatakan bahwa kematian itu bukanlah suatu hal yang menakutkan, malahan suatu suka cita bagi kita. Tuhan Yesus sendiripun pernah mengalami kematian di dunia ini.

Namun tidak sedikit orang percaya saat ini yang masih sangat takut pada kematian. Entah apa yang membuat mereka tidak siap. Mungkin saja memikirkan nasib keluarga yang akan di tinggalkan, ataupun meragukan akan keselamatan dirinya sendiri. Tetapi apapun itu semua, pada dasarnya inilah cerminan bahwa mereka tidak bergantung sepenuh hati kepada Tuhan Yesus. Mereka tidak merasa yakin Tuhan Yesus sanggup memelihara keluarga yang ditinggalkan dan juga menjamin keselamatan tiap orang percaya. Atau bisa jadi karena mereka lebih merasa mencintai dunia ini.

Pertimbangan-pertimbangan begini Saudara, seharusnya tidak boleh ada pada diri orang kristen, kematian sebenarnya adalah suatu suka cita bagi kita. Alkitab mengatakan :

Filipi  1

1:21. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

Wahyu  14

14:13. Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."

Sebagai orang kristen, kita sudah dijamin oleh kebangkitan Yesus bahwa kita semuapun akan dibangkitkan. Tidak ada kematian di dunia ini yang patut kita takutkan. Begitu juga kita tidak perlu takut ditinggal mati oleh orang-orang yang kita kasihi. Biarlah mereka beristirahat seperti firman di atas. Tugas kita yang ditinggalkan, bangkitlah untuk hidup seperti apa yang diinginkan Tuhan. Jangan takut untuk menatap masa depan karena Tuhan mampu untuk memelihara kita.

Memang saat inipun bila kita membaca warta jemaat yang ada pada gereja-gereja, masih juga di tulis “Berita duka cita” untuk mengabarkan kematian seorang kristen. Cara ini, menurut saya kurang tepat. Mengapa? Alkitab tidak pernah mengatakan berduka citalah orang-orang yang mati dalam Tuhan, tetapi berbahagialah! Artinya kita berbeda dari orang-orang dunia ini.

Sebagian orang memang ada yang berpendapat “yang bahagia kan orang yang meninggal, orang yang ditinggalkan tentunya sedih. Jadi kata-kata berita duka cita itu semata-mata untuk mengungkapkan rasa simpati kita kepada keluarga yang di tinggalkan.”

Secara pribadi, saya masih kurang setuju dengan pendapat yang seperti ini. Kalau ada keluarga yang berduka karena kematian orang kristen, seharusnyalah kita menghiburnya dengan mengatakan kemana sesungguhnya orang yang telah meninggal itu. Dan kalau keluarga yang di tinggalkan menyayangi orang yang telah meninggal tersebut, sudah seharusnya keluarga yang di tinggalkan itu dapat bersyukur dan bersuka cita karena ada salah seorang dari yang mereka kasihi, telah kembali ke rumah Bapa di sorga dan memperoleh kehidupan yang jauh lebih baik dari pada bila dia tetap hidup di dunia ini.

Sebagai ilustrasi, bagaimana reaksi keluarga bila salah seorang anggota keluarganya memperoleh hadiah undian Rp. 5 miliar ? Bersedihkah atau bersuka citakah? Orang yang waras sudah pasti akan menjawab “ bersuka cita “. Itu baru harta duniawi senilai Rp. 5 miliar, apalagi ini Sorga yang Tuhan berikan. Bukankah seharusnya terlebih lagi rasa suka cita yang dirasakan oleh keluarganya?

Pengertian begini harus kita berikan kepada mereka yang ditinggalkan, dan bukannya mengatakan “Turut berduka cita”, seolah-olah yang meninggal dan keluarga yang ditinggalkan mengalami nasib yang buruk, sehingga perlu berduka. Orang yang mendapat berkat ataupun keuntungan tidak pernah ada yang berduka termasuk juga keluarganya. Justru orang yang mendapatkan kemalanganlah yang berduka.

Roma  12

12:2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Mereka yang tidak percaya memang patut untuk berduka cita atas kematian dirinya ataupun kematian dari orang-orang yang dicintainya. Tetapi kita berbeda, janganlah menjadi serupa dengan orang-orang dunia ini! Pada kita orang percaya, ada janji Tuhan yang pasti akan keselamatan kita. Karena itu tidak sepantasnyalah kita berduka cita baik oleh kematian kita sendiri, ataupun kematian dari orang yang kita cintai.

Saya tidak mengatakan bahwa sebagai orang kristen kita tidak boleh menangisi orang yang meninggal, bukan itu! Silahkan Saudara tangisi karena memang Saudara tidak akan dapat berjumpa lagi di dunia ini dengan orang yang telah meninggal tersebut. Tetapi berduka cita dalam arti sesungguhnya, itu yang tidak perlu.

Karena kita tahu kematian bagi orang percaya bukanlah suatu duka cita, maka seandainya kita ingin memberitakan kematian dari seorang kristen kepada jemaat, bukankah lebih baik bila kita sampaikan bahwa, “Telah berpulang ke rumah Bapa di sorga Saudara kita si A pada hari…..dst” bukankah kata-kata ini jauh lebih baik dari pada “Berita duka cita….dst”?

Saudara, sesuai dengan ulasan kita di atas ini, yang ingin saya sampaikan di sini adalah, janganlah kita sebagai orang percaya memandang suatu kematian sebagai sesuatu yang sangat menakutkan sehingga…., sekiranya ada obat untuk hidup kekal di dunia ini kita sampai berlomba-lomba untuk memperolehnya.

Sudah seharusnya kita dapat memandang kematian sama seperti rasul Paulus memandangnya seperti dalam surat Filipi 1:21. Kematian adalah pintu bagi kita untuk dapat masuk ke dalam masa peristirahatan dari jerih lelah kita selama kita hidup. Tidak ada kebangkitan dari kematian yang tidak diawali oleh kematian itu sendiri!

Sebagai orang percaya, Tuhan kita yang tidak dapat berbohong telah menjamin kita akan kehidupan yang jauh lebih baik setelah kematian kita. Akankah kita meragukan-Nya? Semuanya itu pasti kita dapatkan selama kita hidup di dalam iman.

Pengkhotbah  7

7:1. Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.

Ini berarti, seharusnya bagi kita orang kristen merayakan hari kematian jauh lebih berharga dari pada merayakan hari kelahiran.

Akhir kata semoga dengan adanya sharing ini, kematian bukan lagi sebagai hal yang menakutkan bagi kita. Tetapi dibalik peristiwa yang memang menyedihkan bagi keluarga yang ditinggalkan ini, kita dapat melihat peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Yaitu suatu peristiwa suka cita atas kembalinya seorang anak dari rantau (dunia ini) ke rumah Bapa di sorga yang sedang berlangsung di hadapan kita.

Syallom buat semua, semoga kita makin dewasa di dalam iman.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar