Orang Kristen, masih saja ada
yang melakukan ini dalam hidup kesehariannya. Rata-rata mereka kalau ditanya
selalu menjawab, “kan berbohong demi kebaikan tidak apa-apa?”. Demi kebaikan!
Ini selalu yang menjadi dasarnya sehingga mereka merasa kalau itu dilakukan
tidak akan berdosa. Kan “demi kebaikan”…?
Bahaya sekali orang Kristen yang
seperti ini. Dalam kekristenannya dia masih saja terjebak pada perangkap iblis.
Lebih celaka lagi kalau dia sampai memberikan contoh demikian bagi orang-orang Kristen lain disekitarnya.
Hati-hati Saudara, “demi kebaikan” yang dimaksud, demi kebaikan siapa? Kebaikan
yang membohongi atau kebaikan yang dibohongi? Dalam hal ini saya yakin tidak
ada yang namanya win win solution. Pasti ada yang mendapatkan kebaikan itu dan
ada juga yang mendapatkan ketidak-baikan disisi lainnya.
Namun terlepas dari ada atau
tidaknya “kebaikan” yang dihasilkan dari suatu kebohongan, mau bohong putih
ataupun bohong hitam, kebohongan adalah tetap suatu kebohongan! Apapun yang
menjadi dasar pemikirannya. Tidak ada kebohongan yang berasal dari kebenaran.
Ayat berikut menjelaskan :
I
Yohanes 2
2:21 Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak
mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu
juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.
Jadi jikalau demikian, berbohong
demi kebaikan boleh atau tidak? Sudah tentu tidak!
Dalam salah satu sharing yang
pernah diadakan, ada yang bertanya kira-kira demikian. “bila kita tidak boleh
berbohong walaupun demi kebaikan, bagaimana jika ada seorang pendeta yang
dikejar massa karena suatu penginjilan, berlindung pada kita. Apa kita tidak
boleh bohong demi kebaikan bila massa tadi bertanya kepada kita dimana pendeta
tersebut bersembunyi?”
Apa jawabannya Saudara? Ini
seperti buah simalakama ya? Dimakan kebohongan jadi, tidak dimakan pendeta
mati. Jadi apa yang harus kita pilih? Kalau dijawab sekarang sepertinya kurang
seru. Baiklah kita bahas dulu masalah di bawah ini.
Pertama
kita pastikan dulu apa kata Alkitab tentang bohong atau dusta.
Yohanes 8
8:44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin
melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula
dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran.
Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah
pendusta dan bapa segala dusta.
Kolose 3
3:9 Jangan lagi kamu
saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta
kelakuannya,
Manusia lama kita yang suka pada
segala perbuatan dosa, termasuk didalamnya kebohongan, sudah selayaknya kita
tanggalkan begitu kita bertobat menerima Yesus Kristus. Rasul Paulus mengatakan
kita telah mati dalam dosa kita dan sekarang kita hidup di dalam Tuhan Yesus.
Jadi kita tidak boleh lagi hidup
dengan cara lama sebelum kita mengenal Tuhan Yesus. Manusia yang lama beserta
sifat-sifatnya sudah tidak boleh lagi kita kenakan di dalam kehidupan kita yang
sekarang. Mana mungkin kita hidup di dalam terang namun perbuatan kita masih
perbuatan gelap? Terang dengan gelap tidak dapat bersatu.
Namun begitu, mungkin saja
Saudara pernah membaca ayat berikut :
Kejadian 12
12:12 Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan
berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau
hidup.
12:13 Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku
diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh
sebab engkau."
Apakah dalam hal ini Abraham
berbohong pada orang mesir? Mungkin saja jikalau kita tidak mendapatkan
penjelasan dari ayat yang lain, maka kita akan memiliki asumsi demikian.
Namun jangan salah Saudara,
Abraham tidak berbohong. Dia hanya tidak memberitahukan 100% dari kondisinya
yang sebenarnya. Walaupun Abraham hanya menceritakan sebagian kecil, katakanlah
10% saja dari kondisi Sara sekarang yang adalah sebagai istrinya, ini tidaklah
salah. Karena memang tidak ada yang meminta penjelasan tentang kondisi Sara
secara lengkap.
Akan saya ilustrasikan berikut
ini supaya kita mendapatkan gambaran yang lebih jelas :
Bila saya
dilahirkan sebagai anak pak Budi, kemudian saya masuk SD A, melanjutkan ke SMP
B, dan SMA C, lalu saya kuliah di perguruan tinggi D. lulus dari perguruan
tinggi tersebut saya bekerja dan kemudian menikah dengan seorang wanita bernama
X. sekarang saya hidup sebagai kepala keluarga dengan anak-anak yang bernama Y
dan Z.
Kehidupan saya
mulai dari saya lahir sampai kondisi dimana saya telah menjadi suami dari X dan
ayah dari anak-anak Y dan Z, boleh saya katakan sebagai kondisi 100% dari
kehidupan saya sampai saat ini.
Nah, bila
sekarang ada yang bertanya “kamu siapa?” saya dapat menjawab sebagian saja kan,
dari riwayat kehidupan saya? Saya kan tidak perlu harus menjelaskan bahwa saya
dilahirkan dari keluarga pak Budi, anak keberapa, sekolah dimana…dst, dst
seperti biografi? Boleh tidak kalau untuk menjawab pertanyaan itu saya katakan
“saya suami dari wanita X” atau “saya anak pak Budi.”? Kalau saya jawab salah
satunya misalnya “saya anak pak Budi” saja, apa saya berbohong? Tidak!
Kalau saya jawab
saya murid SD A, mungkin saya berbohong. Karena tidak mungkin lagi saya murid
SD A, tapi mantan murid SD A, itu baru benar. Tapi kan saya tidak pernah
menjadi “mantan anak pak Budi”? jadi kalau saya jawab saya anak pak Budi, saya
tidak berbohong. Sebab walaupun saya telah menjadi suami dari wanita yang
bernama X, saya tetaplah anak pak Budi.
Nah, atas pengakuan Sara sebagai
adik Abraham tidak salah, ayat berikut menjelaskannya :
Kejadian
20
20:12 Lagipula ia benar-benar Saudaraku, anak ayahku,
hanya bukan anak ibuku, tetapi kemudian ia menjadi isteriku.
Jadi dalam hal ini Abraham maupun
Sara tidaklah berbohong. Mereka hanya memberitahukan sebagian kecil dari
riwayat hidup Sara. Yaitu bahwa Sara adalah adik Abraham. (adik seayah dan
bukan seibu)
Dari sini dapat saya lihat bahwa
Abraham hanya mengajarkan Sara berdiplomasi. Abraham tidak mengingkari
kebenaran bahwa Sara adalah juga istrinya pada saat Abimelekh memastikan itu :
Kejadian
20
20:10 Lagi kata Abimelekh kepada Abraham:
"Apakah maksudmu, maka engkau melakukan hal ini?"
20:11 Lalu Abraham
berkata: "Aku berpikir: Takut akan Allah tidak ada di tempat ini; tentulah
aku akan dibunuh karena isteriku.
Seandainya Abraham menjawab, “dia
memang adikku, bukan istriku”. Abraham barulah dapat dikatakan berbohong.
Bukankah memang begitu yang
sering terjadi? Orang yang berbohong akan cendrung mempertahankan kebohongannya
meskipun sebenarnya kebohongannya itu sudah mulai terbongkar. Tetapi bila itu
bukan kebohongan, maka kita akan gampang saja menjelaskan lebih lanjut atas
suatu masalah bila orang yang meminta penjelasan itu merasa belum lengkap
menerima penjelasan dari kita.
Jadi sekarang bagaimana nasib
pendeta yang dikejar massa tadi? Apa dia akan mati? Sial benar kali ya…dia
bersembunyi di rumah kita? He…he…
Sebenarnya begini Saudara, ada
ayat yang sering kita baca, tapi sering pula kita lupakan.
Matius 10
10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan
memperolehnya.
Wahyu 14
14:13. Dan aku mendengar suara dari sorga berkata:
Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak
sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh
beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai
mereka."
Seorang percaya, siapapun dia,
andaikata dia sudah mengambil komitmen untuk menyebarkan Injil, sudah
selayaknya orang tersebut siap mati di dalam Tuhan. Dan untuk itu kita harus
berbahagia seperti kata ayat di atas. Tetapi tentu untuk menyebarkan Injil
seperti komitmen kita di atas haruslah dapat kita lakukan dengan cara yang
bijaksana. Jangan seperti cara orang bebal. Andaikata dengan cara yang
bijaksana saja nyawa kita masih terancam, yah, terima saja itu sebagai
konsekwensinya.
Amsal 22
22:3. Kalau orang bijak melihat malapetaka,
bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu
kena celaka.
Jadi Saudaraku, janganlah kita
berbohong demi apapun, kalaupun kita mau berusaha menyelamatkan pendeta yang
“terjepit” tadi di atas, lakukanlah tanpa harus berbohong. Kita dapat
mengusahakan untuk berdiplomasi dengan massa tersebut. Cobalah untuk mendekati
pimpinan mereka dengan baik (mengusahakan agar pendeta tersebut tidak dibunuh)
dan kalaupun tidak memungkinkan, janganlah kita menjawab pertanyaan mereka
dengan jawaban tegas “ya atau tidak”, tapi jawablah secara diplomasi saja.
Mungkin, sekali lagi ini cuma
mungkin, salah satu contoh jawaban diplomasi yang bisa kita berikan seperti ini
“tadi saya ada lihat, coba cari dulu disebelah sana”. Tidak salahkan kita
menyuruh mereka mencari “dulu” disebelah sana? Kitakan tidak mengatakan bahwa
orang yang mereka cari tidak ada di rumah?
Mungkin itu cara maksimal yang
dapat kita lakukan, selebihnya kita percayakan saja sama pertolongan dari Tuhan
atas umat yang dikasihinya. Kalau memang belum waktunya, Tuhan kita pasti mampu
meloloskan seseorang dari bahaya maut sekalipun. Pembelaan yang dari Tuhan jauh
lebih berkuasa dari pada pembelaan siapapun.
Matius 10
10:19 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu
kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu
akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga.
10:20 Karena bukan
kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di
dalam kamu.
Kesimpulan dari sharing kita ini
adalah, berbohong demi apapun, tidak diperkenankan dalam kehidupan kita yang
sekarang. Namun sebagai manusia yang masih hidup di dalam daging kita yang
lama, memang keinginan untuk berbuat dosa itu senantiasa ada. Tapi satu hal
yang harus kita sadari, bahwa kita hidup sekarang ini bukan lagi untuk diri
kita sendiri. Kita sudah dibeli dan dibayar lunas oleh Tuhan Yesus, karena itu
berusahalah untuk hidup kudus. Jangan lagi melakukan kebohongan dengan kesadaran penuh dan suka cita, dan tanpa
merasa kalau itu perbuatan yang menghasilkan dosa. Baik untuk menyelamatkan
nyawa, apa lagi demi harta benda duniawi. Itu tidak boleh lagi terjadi.
Memang keselamatan kita bukan
ditentukan oleh hasil perbuatan kita, tetapi oleh anugerah dari Tuhan Yesus.
Namun sebagai hamba Yesus, sudah selayaknya kita berusaha hidup sesuai dengan
perintah-Nya.
Dalam sharing ini, jika Saudara
mempunyai sudut pandang berbeda, silahkan Saudara yakini sudut pandang Saudara
tersebut. Saya tidak mengatakan sudut pandang saya dalam sharing ini benar
sepenuhnya. Karena kita diberi hikmat masing-masing, jadi pergunakanlah sesuai
dengan apa yang kita yakini benar.
Salam damai.
GBU
yup, setuju banget
BalasHapus