Translate

Minggu, 26 Agustus 2012

Apa Itu “Bohong Putih”?


Orang Kristen, masih saja ada yang melakukan ini dalam hidup kesehariannya. Rata-rata mereka kalau ditanya selalu menjawab, “kan berbohong demi kebaikan tidak apa-apa?”. Demi kebaikan! Ini selalu yang menjadi dasarnya sehingga mereka merasa kalau itu dilakukan tidak akan berdosa. Kan “demi kebaikan”…?

Bahaya sekali orang Kristen yang seperti ini. Dalam kekristenannya dia masih saja terjebak pada perangkap iblis. Lebih celaka lagi kalau dia sampai memberikan contoh demikian  bagi orang-orang Kristen lain disekitarnya. Hati-hati Saudara, “demi kebaikan” yang dimaksud, demi kebaikan siapa? Kebaikan yang membohongi atau kebaikan yang dibohongi? Dalam hal ini saya yakin tidak ada yang namanya win win solution. Pasti ada yang mendapatkan kebaikan itu dan ada juga yang mendapatkan ketidak-baikan disisi lainnya.

Namun terlepas dari ada atau tidaknya “kebaikan” yang dihasilkan dari suatu kebohongan, mau bohong putih ataupun bohong hitam, kebohongan adalah tetap suatu kebohongan! Apapun yang menjadi dasar pemikirannya. Tidak ada kebohongan yang berasal dari kebenaran. Ayat berikut menjelaskan :

I Yohanes 2

2:21 Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.

Jadi jikalau demikian, berbohong demi kebaikan boleh atau tidak? Sudah tentu tidak!

Dalam salah satu sharing yang pernah diadakan, ada yang bertanya kira-kira demikian. “bila kita tidak boleh berbohong walaupun demi kebaikan, bagaimana jika ada seorang pendeta yang dikejar massa karena suatu penginjilan, berlindung pada kita. Apa kita tidak boleh bohong demi kebaikan bila massa tadi bertanya kepada kita dimana pendeta tersebut bersembunyi?”

Apa jawabannya Saudara? Ini seperti buah simalakama ya? Dimakan kebohongan jadi, tidak dimakan pendeta mati. Jadi apa yang harus kita pilih? Kalau dijawab sekarang sepertinya kurang seru. Baiklah kita bahas dulu masalah di bawah ini.

Pertama kita pastikan dulu apa kata Alkitab tentang bohong atau dusta.

Yohanes  8

8:44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.

Kolose  3

3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,

Manusia lama kita yang suka pada segala perbuatan dosa, termasuk didalamnya kebohongan, sudah selayaknya kita tanggalkan begitu kita bertobat menerima Yesus Kristus. Rasul Paulus mengatakan kita telah mati dalam dosa kita dan sekarang kita hidup di dalam Tuhan Yesus.

Jadi kita tidak boleh lagi hidup dengan cara lama sebelum kita mengenal Tuhan Yesus. Manusia yang lama beserta sifat-sifatnya sudah tidak boleh lagi kita kenakan di dalam kehidupan kita yang sekarang. Mana mungkin kita hidup di dalam terang namun perbuatan kita masih perbuatan gelap? Terang dengan gelap tidak dapat bersatu.

Namun begitu, mungkin saja Saudara pernah membaca ayat berikut :

Kejadian 12

12:12 Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup.
12:13 Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau."

Apakah dalam hal ini Abraham berbohong pada orang mesir? Mungkin saja jikalau kita tidak mendapatkan penjelasan dari ayat yang lain, maka kita akan memiliki asumsi demikian.
Namun jangan salah Saudara, Abraham tidak berbohong. Dia hanya tidak memberitahukan 100% dari kondisinya yang sebenarnya. Walaupun Abraham hanya menceritakan sebagian kecil, katakanlah 10% saja dari kondisi Sara sekarang yang adalah sebagai istrinya, ini tidaklah salah. Karena memang tidak ada yang meminta penjelasan tentang kondisi Sara secara lengkap.

Akan saya ilustrasikan berikut ini supaya kita mendapatkan gambaran yang lebih jelas :

Bila saya dilahirkan sebagai anak pak Budi, kemudian saya masuk SD A, melanjutkan ke SMP B, dan SMA C, lalu saya kuliah di perguruan tinggi D. lulus dari perguruan tinggi tersebut saya bekerja dan kemudian menikah dengan seorang wanita bernama X. sekarang saya hidup sebagai kepala keluarga dengan anak-anak yang bernama Y dan Z.
Kehidupan saya mulai dari saya lahir sampai kondisi dimana saya telah menjadi suami dari X dan ayah dari anak-anak Y dan Z, boleh saya katakan sebagai kondisi 100% dari kehidupan saya sampai saat ini.
Nah, bila sekarang ada yang bertanya “kamu siapa?” saya dapat menjawab sebagian saja kan, dari riwayat kehidupan saya? Saya kan tidak perlu harus menjelaskan bahwa saya dilahirkan dari keluarga pak Budi, anak keberapa, sekolah dimana…dst, dst seperti biografi? Boleh tidak kalau untuk menjawab pertanyaan itu saya katakan “saya suami dari wanita X” atau “saya anak pak Budi.”? Kalau saya jawab salah satunya misalnya “saya anak pak Budi” saja, apa saya berbohong? Tidak!
Kalau saya jawab saya murid SD A, mungkin saya berbohong. Karena tidak mungkin lagi saya murid SD A, tapi mantan murid SD A, itu baru benar. Tapi kan saya tidak pernah menjadi “mantan anak pak Budi”? jadi kalau saya jawab saya anak pak Budi, saya tidak berbohong. Sebab walaupun saya telah menjadi suami dari wanita yang bernama X, saya tetaplah anak pak Budi.

Nah, atas pengakuan Sara sebagai adik Abraham tidak salah, ayat berikut menjelaskannya :

Kejadian 20

20:12 Lagipula ia benar-benar Saudaraku, anak ayahku, hanya bukan anak ibuku, tetapi kemudian ia menjadi isteriku.

Jadi dalam hal ini Abraham maupun Sara tidaklah berbohong. Mereka hanya memberitahukan sebagian kecil dari riwayat hidup Sara. Yaitu bahwa Sara adalah adik Abraham. (adik seayah dan bukan seibu)

Dari sini dapat saya lihat bahwa Abraham hanya mengajarkan Sara berdiplomasi. Abraham tidak mengingkari kebenaran bahwa Sara adalah juga istrinya pada saat Abimelekh memastikan itu :

Kejadian 20

20:10 Lagi kata Abimelekh kepada Abraham: "Apakah maksudmu, maka engkau melakukan hal ini?"
20:11 Lalu Abraham berkata: "Aku berpikir: Takut akan Allah tidak ada di tempat ini; tentulah aku akan dibunuh karena isteriku.

Seandainya Abraham menjawab, “dia memang adikku, bukan istriku”. Abraham barulah dapat dikatakan berbohong.
Bukankah memang begitu yang sering terjadi? Orang yang berbohong akan cendrung mempertahankan kebohongannya meskipun sebenarnya kebohongannya itu sudah mulai terbongkar. Tetapi bila itu bukan kebohongan, maka kita akan gampang saja menjelaskan lebih lanjut atas suatu masalah bila orang yang meminta penjelasan itu merasa belum lengkap menerima penjelasan dari kita.

Jadi sekarang bagaimana nasib pendeta yang dikejar massa tadi? Apa dia akan mati? Sial benar kali ya…dia bersembunyi di rumah kita? He…he…

Sebenarnya begini Saudara, ada ayat yang sering kita baca, tapi sering pula kita lupakan.

Matius  10

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Wahyu  14

14:13. Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."

Seorang percaya, siapapun dia, andaikata dia sudah mengambil komitmen untuk menyebarkan Injil, sudah selayaknya orang tersebut siap mati di dalam Tuhan. Dan untuk itu kita harus berbahagia seperti kata ayat di atas. Tetapi tentu untuk menyebarkan Injil seperti komitmen kita di atas haruslah dapat kita lakukan dengan cara yang bijaksana. Jangan seperti cara orang bebal. Andaikata dengan cara yang bijaksana saja nyawa kita masih terancam, yah, terima saja itu sebagai konsekwensinya.

Amsal 22

22:3. Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka. 

Jadi Saudaraku, janganlah kita berbohong demi apapun, kalaupun kita mau berusaha menyelamatkan pendeta yang “terjepit” tadi di atas, lakukanlah tanpa harus berbohong. Kita dapat mengusahakan untuk berdiplomasi dengan massa tersebut. Cobalah untuk mendekati pimpinan mereka dengan baik (mengusahakan agar pendeta tersebut tidak dibunuh) dan kalaupun tidak memungkinkan, janganlah kita menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban tegas “ya atau tidak”, tapi jawablah secara diplomasi saja.

Mungkin, sekali lagi ini cuma mungkin, salah satu contoh jawaban diplomasi yang bisa kita berikan seperti ini “tadi saya ada lihat, coba cari dulu disebelah sana”. Tidak salahkan kita menyuruh mereka mencari “dulu” disebelah sana? Kitakan tidak mengatakan bahwa orang yang mereka cari tidak ada di rumah?

Mungkin itu cara maksimal yang dapat kita lakukan, selebihnya kita percayakan saja sama pertolongan dari Tuhan atas umat yang dikasihinya. Kalau memang belum waktunya, Tuhan kita pasti mampu meloloskan seseorang dari bahaya maut sekalipun. Pembelaan yang dari Tuhan jauh lebih berkuasa dari pada pembelaan siapapun.

Matius 10

10:19 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga.
10:20 Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.

Kesimpulan dari sharing kita ini adalah, berbohong demi apapun, tidak diperkenankan dalam kehidupan kita yang sekarang. Namun sebagai manusia yang masih hidup di dalam daging kita yang lama, memang keinginan untuk berbuat dosa itu senantiasa ada. Tapi satu hal yang harus kita sadari, bahwa kita hidup sekarang ini bukan lagi untuk diri kita sendiri. Kita sudah dibeli dan dibayar lunas oleh Tuhan Yesus, karena itu berusahalah untuk hidup kudus. Jangan lagi melakukan kebohongan dengan kesadaran penuh dan suka cita, dan tanpa merasa kalau itu perbuatan yang menghasilkan dosa. Baik untuk menyelamatkan nyawa, apa lagi demi harta benda duniawi. Itu tidak boleh lagi terjadi.

Memang keselamatan kita bukan ditentukan oleh hasil perbuatan kita, tetapi oleh anugerah dari Tuhan Yesus. Namun sebagai hamba Yesus, sudah selayaknya kita berusaha hidup sesuai dengan perintah-Nya.

Dalam sharing ini, jika Saudara mempunyai sudut pandang berbeda, silahkan Saudara yakini sudut pandang Saudara tersebut. Saya tidak mengatakan sudut pandang saya dalam sharing ini benar sepenuhnya. Karena kita diberi hikmat masing-masing, jadi pergunakanlah sesuai dengan apa yang kita yakini benar.

Salam damai.
GBU

1 komentar: