Belum
lama ini saya terlibat dalam suatu diskusi yang menarik. Topik yang dibicarakan
berkisar pada pertanyaan yang bersifat umum saya rasa, yaitu “Bolehkah orang
kristen bercerai karena satu alasan tertentu.”
Oh,
tentu untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak bisa gegabah. Banyak hal yang
harus dipertimbangkan, sebab bisa saja jawaban yang kita berikan nanti ternyata
dapat berpengaruh pada nasib hidup seseorang.
Saya
mendengar memang ada dua kubu, yang pendapatnya justru saling berseberangan
atas pertanyaan tersebut. Kubu yang pertama menjawab boleh saja orang kristen
bercerai dengan alasan seperti yang tertulis pada Matius 5:32. Sehingga
menurutnya, seorang suami boleh saja menceraikan isterinya apabila sang isteri
telah terbukti berselingkuh dengan laki-laki lain.
Selanjutnya
bagaimana? Apakah sang suami tadi boleh menikah lagi dengan perempuan lain? Meskipun
saya tidak mendengarnya secara langsung, saya menyimpulkan kubu pertama
membolehkannya, sebab kubu pertama melegalkan perceraian itu bukan?
Lalu
bagaimana dengan kubu kedua? Karena memang mereka dua kubu yang saling
bertentangan sudah tentu pendapat kubu kedua adalah kontradiksi dari jawaban
kubu pertama.
Kubu
kedua kalau dipertanyakan dengan hal yang sama, maka jawabannya akan dinyatakan
dengan sangat tegas. “Tidak boleh! Apapun alasannya”. Wah... semoga dua kubu
ini tidak dipertemukan dalam suatu forum diskusi ya? Bisa mabok moderatornya...
lol
Kubu
kedua beralasan bahwa apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh
diceraikan oleh manusia.... apapun alasannya itu. Sebab hal ini sudah
ditegasnya dengan sangat jelas dalam Alkitab.
Matius 19:6 mengatakan :
Demikianlah
mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Selain
Matius 19:6 di atas, ada lagi ayat lain di Markus 10:9 yang kurang lebih sama
bunyinya, yaitu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia. Perintah ini jelas, sejelas-jelasnya seperti terik matahari disiang
hari. Maka semua orang kristen yang telah menikah, tidak pernah diijinkan untuk
bercerai sampai kapanpun.
Lalu
bagaimana kalau salah satunya berselingkuh? Itu kan pokok masalah yang menyulut
perceraian yang sedang kita perbincangkan? Well.... menurut kubu kedua yah
terima saja, dan coba untuk mendoakan pasangan tersebut agar dapat bertobat.
Itu saja! Dan tentu... jawaban seperti ini akan ditolak mentah-mentah oleh kubu
pertama.
Lalu
bagaimana? Apakah pendapat kedua kubu yang saling bertentangan ini semua benar?
Atau mungkin malah semua salah? Kalau pendapat mereka saja sudah membingungkan
begitu bagaimana lagi dengan umatnya? Yang mana yang harus diikuti?
Ingat!
Ini menyangkut hidup seseorang lho...? bagaimana kalau ada seseorang yang
mengalami kasus sama persis seperti apa yang digambarkan di atas, bahwa isterinya
ternyata telah berselingkuh dan karena dia mengikuti pendapat kubu pertama maka
dia mengambil keputusan untuk menceraikan isterinya tersebut.
Mungkin
saja setelah bercerai maka dia akan menikah lagi dengan perempuan lain, begitu
juga dengan mantan isterinya itu, menikah lagi dengan laki-laki lain. Dan....
kalau ternyata pendapat kubu pertama itu salah... apa yang terjadi dihadapan
Tuhan?
Bukankah
hal ini sangat fatal sekali bagi kehidupan orang kristen?
Karena
itu, marilah kita bahas masalah ini dengan berdiri disudut netral.... kita
tidak berada di kubu pertama ataupun kedua. Kita berbicara lepas dari segala
kepentingan pribadi. Dan mulailah untuk melihat segala sesuatunya berdasarkan
Alkitab saja. Sebab itulah pegangan yang paling kokoh bagi kita.
Ayat
Matius 19:6 di atas sudah menjelaskan dengan sangat jelas, bahwa apa yang telah
dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Titik. Lalu apa maksud
dari kata diceraikan seperti yang tertulis pada Matius ini? Apakah diceraikan
hanya pisah rumah saja? Ataukah yang dimaksud diceraikan itu adalah terputusnya
ikatan pernikahan?
Saudara
yang terkasih, sudah jelas apa yang dimaksudkan dalam Matius 19:6 ini adalah
perceraian dalam arti yang sebenarnya. Yaitu terputusnya tali pernikahan. Makanya
hal itu sangat ditegaskan tidak boleh dilakukan.
Nah
kalau sudah jelas dilarang dalam ayat di atas, lalu mengapa ada ayat yang
mengatakan demikian:
Matius 5:32
Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan
isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia
berbuat zinah.
Ayat ini
sering dipergunakan oleh kubu pertama sebagai legalitas bahwa bercerai hidup
itu boleh kalau....... sekali lagi kalau..... isteri berzinah!
Karena
pada kalimat “Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah” diartikan bahwa menceraikan isteri tidak
boleh kecuali karena zinah. Kata-kata “kecuali karena zinah” inilah
yang dijadikan dasar bahwa boleh menceraikan karena pasangan berzinah.
Mereka
mengartikannya kurang lebih seperti pada kalimat “semua tidak boleh dimakan kecuali yang ini”. Artinya “yang
ini” berarti boleh dimakan. Kurang lebih begitulah. Tetapi apakah benar
seperti itu pengertian kalimat di Matius 5:32 itu?
Hallo...??
Coba
kita perhatikan sekali lagi baik-baik. Kali ini saya akan menekankan pada
kata-kata yang berbeda dari kata-kata sebelumnya. Kata Tuhan Yesus kepada
mereka:
“Tetapi Aku berkata
kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa
yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”
Ayat ini
tidak mengatakan bahwa kita boleh menceraikan isteri karena isteri telah
berzinah. Coba baca secara perlahan.... pengertian yang kita dapatkan di sini
adalah:
Jika
kita menceraikan isteri kita, ada dua sebab yang terjadi yaitu;
pertama, isteri kita tidak berzinah
dan kita ceraikan
atau
kedua, isteri kita berzinah dan
kita ceraikan.
Kalau
isteri kita tidak berzinah dan kita menceraikannya, maka “ia (suami) menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin (suami barunya) dengan perempuan yang diceraikan,
ia berbuat zinah.”
Seterusnya
kalau kita menceraikan isteri kita karena isteri kita berbuat zinah, maka ia
(suami) bukan yang menjadikan isterinya berzinah.... sebab, sebelum dicerai
memang sang isteri sudah seorang pezinah. Itu pengertiannya.
Jadi
ayat diatas bukan legalitas buat suami untuk menceraikan isterinya... tapi
justru melalui ayat di atas, sang suamilah yang dinilai, apakah dia penyebab
isterinya menjadi pezinah ataukah bukan karena sang isteri memang sudah pezinah
sebelumnya. Hanya sebatas itu. Jadi ayat di atas tidak bisa dijadikan dasar
untuk boleh menceraikan isteri.
Kalau
begitu ayat yang mana? Dan lalu mengapa sampai ada seorang suami menceraikan
isterinya? Bukankah itu berarti boleh?
Baiklah
kita akan lihat apa kata Alkitab tentang boleh tidaknya perceraian.
Markus 10:11-12
Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa
menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam
perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan
kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
Memang
ayat di atas berbicara dalam kondisi yang normal alias tidak ada salah satu
pihak yang berselingkuh, maka perceraian itu akan menjadi perzinahan bagi
mereka berdua kalau mereka masing-masing memutuskan untuk menikah lagi dengan
pasangannya yang baru. Nah bagaimana kalau sudah terlanjur bercerai?
1 Korintus 7:11
Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap
hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh
menceraikan isterinya.
Satu-satunya
alasan orang kristen boleh bercerai adalah kalau salah satu pihak adalah mereka
yang tidak percaya kepada Yesus alias orang tidak beriman. Dan itupun tidak
boleh pihak yang beriman yang menggugat cerai, tetapi pihak yang tidak berimanlah
sebagai penggugatnya.
1 Korintus 7:15
Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu
mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari
tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
Apa
maksud dari kata tidak terikat pada ayat di atas itu saudara? Maksudnya adalah
sama seperti pada ayat Roma di bawah ini:
Roma 7:2-3
Sebab seorang isteri terikat oleh hukum
kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu
mati bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama
suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain;
tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah
berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.
Maka
kalau dia menikah lagi dengan laki-laki lain atau dengan perempuan lain... maka
mereka bukanlah hidup sebagai pezinah. Sebab ikatan perkawinan sebelumnya telah
putus.
Demikianlah
saudara, bahwa bagi kita orang kristen, perkawinan itu adalah ikatan seumur
hidup. Tidak ada yang boleh menceraikan sebuah perkawinan dalam kehidupan
orang-orang kristen. Seandainya pun mereka sampai memutuskan untuk berpisah,
maka disarankan itu hanya untuk sementara saja sambil masing-masing pihak
merenungkan kembali permasalahan mereka, untuk selanjutnya membuat mereka
bersatu kembali.
Memang
ada sebagian orang mencoba mencari-cari ayat pembenar untuk sebuah perceraian.
Bahkan mereka mencoba untuk mencari-cari ayat yang mungkin mendukung niatan
mereka untuk bercerai, salah satunya ayat itu adalah yang tercantum pada:
Matius 19:9
Tetapi Aku berkata kepadamu: “Barangsiapa
menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain,
ia berbuat zinah.”
Ayat ini
memang seolah-olah mengijinkan perceraian, tetapi sesungguhnya tidaklah
demikian. Baiklah kita coba dalami apa yg dimaksud dengan ayat ini.
Dalam budaya Yahudi pada masa itu, setiap pasangan sebelum mengikatkan diri dalam suatu perkawinan,
mereka biasanya akan bertunangan terlebih dahulu. Dan status pertunangan
disana, sudah mirip seperti masuk dalam suatu pernikahan. Bahkan masing-masing
sudah menganggap tunangannya itu seperti isteri dan suaminya. Hal ini dapat
kita lihat dalam ayat berikut :
Lukas 2:4-6
Demikian
juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang
bernama Betlehem, – karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud – supaya
didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktuya bagi maria untuk bersalin,
Matius 1:19
Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.
Dapat kita
lihat disini bahwa saat masih bertunangan, maria dan yusuf sudah dianggap
sebagai suami dan isteri. Dan kalaupun mereka mau berpisah dalam masa tunangan
ini, maka perpisahan itu juga dinamakan dengan bercerai.
Jadi yang
dimaksud bercerai dalam ayat ini bukanlah bercerai karena mereka sudah sah
sebagai suami isteri, tapi bercerai karena mereka sudah sah dalam bertunangan...
sehingga perpisahan dalam bertunangan inipun dinamakan bercerai.
Karena kitab Matius ditujukan kepada pembaca orang Yahudi, maka mereka bisa menangkap apa yang dimaksudkan dalam Matius 19:9 ini, itulah mengapa dalam tiga kitab lainnya tidak ada satupun kalimat yang memiliki pengertian boleh bercerai karena zinah. sebab kitab-kitab lainnya ditujukan untuk pembaca bukan Yahudi yang tidak mengenal budaya "tunangan" ala Yahudi ini.
Karena kitab Matius ditujukan kepada pembaca orang Yahudi, maka mereka bisa menangkap apa yang dimaksudkan dalam Matius 19:9 ini, itulah mengapa dalam tiga kitab lainnya tidak ada satupun kalimat yang memiliki pengertian boleh bercerai karena zinah. sebab kitab-kitab lainnya ditujukan untuk pembaca bukan Yahudi yang tidak mengenal budaya "tunangan" ala Yahudi ini.
Mengacu pada
ayat di atas, maka yang dimaksud dengan ayat Matius 19:9 tersebut adalah
perceraian dalam masa pertunangan, bukan perceraian dalam masa setelah menikah.
Dasarnya apa?
Dasarnya
adalah pada kalimat “kecuali karena zinah” itu, sebab kata menurut bahasa
aslinya yg dimaksud zinah disini lebih tepatnya diterjemahkan dengan “percabulan”
dan berbeda dengan kata “ia berbuat zinah” dibelakangnya. Sebab kata zinah yang
kedua ini sudah tepat diterjemahkan dengan kata zinah. (tentang pengertian arti
kata ini dapat saudara ikuti penjelasan pdt. Eddy Leo)
Lalu apa
yang dimaksud dengan “percabulan” itu? Yah salah satu yang dimaksud dengan
percabulan itu kalo dalam masa tunangan ini salah satu pihak tidak setia dengan
pasangannya, termasuk melakukan hubungan suami isteri dengan bukan pasangannya
maka itu termasuk dalam hal yang disyaratkan boleh untuk dicerai alias
memutuskan tali pertunangan.
Jadi jelas
tidak ada ayat yang mendukung orang kristen yang sudah menikah untuk bercerai. Perceraian
dalam pernikahan kristen cuma disebabkan oleh dua faktor saja, yaitu karena
salah satu pasangan telah meninggal sesuai dengan Roma 7:2-3 atau karena
pasangan yang tidak seiman bersikeras mengajukan perceraian seperti pada ayat
di 1 Korintus 7:15.
Dalam hal
ini orang kristen yang dicerai mati atau diceraikan oleh pasangan yang tidak
seiman tadi baru boleh menikah lagi. Selebihnya kalaupun pasangan kristen ada
yang memutuskan untuk bercerai, maka mereka masing-masing tidak boleh menikah
lagi sampai salah satu diantara mereka ada yang meninggal dunia, atau
berdamailah satu sama lain.
Pada
akhirnya ini kembali kepada diri kita masing-masing. Kita boleh saja berbeda
pendapat, sebab bisa saja saya juga yang salah dalam menyimpulkan apa yang
ingin Alkitab sampaikan kepada kita. Semoga sharing kali ini sedikit banyak
dapat menambah pemahaman kita. Ambillah apa yang patut diambil dan buanglah apa
yang saudara anggap tidak benar.
Salam.