Translate

Minggu, 27 Januari 2019

Perceraian Dalam Pernikahan Kristen



Belum lama ini saya terlibat dalam suatu diskusi yang menarik. Topik yang dibicarakan berkisar pada pertanyaan yang bersifat umum saya rasa, yaitu “Bolehkah orang kristen bercerai karena satu alasan tertentu.”

Oh, tentu untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak bisa gegabah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, sebab bisa saja jawaban yang kita berikan nanti ternyata dapat berpengaruh pada nasib hidup seseorang.

Saya mendengar memang ada dua kubu, yang pendapatnya justru saling berseberangan atas pertanyaan tersebut. Kubu yang pertama menjawab boleh saja orang kristen bercerai dengan alasan seperti yang tertulis pada Matius 5:32. Sehingga menurutnya, seorang suami boleh saja menceraikan isterinya apabila sang isteri telah terbukti berselingkuh dengan laki-laki lain.

Selanjutnya bagaimana? Apakah sang suami tadi boleh menikah lagi dengan perempuan lain? Meskipun saya tidak mendengarnya secara langsung, saya menyimpulkan kubu pertama membolehkannya, sebab kubu pertama melegalkan perceraian itu bukan?

Lalu bagaimana dengan kubu kedua? Karena memang mereka dua kubu yang saling bertentangan sudah tentu pendapat kubu kedua adalah kontradiksi dari jawaban kubu pertama.

Kubu kedua kalau dipertanyakan dengan hal yang sama, maka jawabannya akan dinyatakan dengan sangat tegas. “Tidak boleh! Apapun alasannya”. Wah... semoga dua kubu ini tidak dipertemukan dalam suatu forum diskusi ya? Bisa mabok moderatornya... lol

Kubu kedua beralasan bahwa apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.... apapun alasannya itu. Sebab hal ini sudah ditegasnya dengan sangat jelas dalam Alkitab.

Matius 19:6 mengatakan :
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.

Selain Matius 19:6 di atas, ada lagi ayat lain di Markus 10:9 yang kurang lebih sama bunyinya, yaitu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Perintah ini jelas, sejelas-jelasnya seperti terik matahari disiang hari. Maka semua orang kristen yang telah menikah, tidak pernah diijinkan untuk bercerai sampai kapanpun.

Lalu bagaimana kalau salah satunya berselingkuh? Itu kan pokok masalah yang menyulut perceraian yang sedang kita perbincangkan? Well.... menurut kubu kedua yah terima saja, dan coba untuk mendoakan pasangan tersebut agar dapat bertobat. Itu saja! Dan tentu... jawaban seperti ini akan ditolak mentah-mentah oleh kubu pertama.

Lalu bagaimana? Apakah pendapat kedua kubu yang saling bertentangan ini semua benar? Atau mungkin malah semua salah? Kalau pendapat mereka saja sudah membingungkan begitu bagaimana lagi dengan umatnya? Yang mana yang harus diikuti?

Ingat! Ini menyangkut hidup seseorang lho...? bagaimana kalau ada seseorang yang mengalami kasus sama persis seperti apa yang digambarkan di atas, bahwa isterinya ternyata telah berselingkuh dan karena dia mengikuti pendapat kubu pertama maka dia mengambil keputusan untuk menceraikan isterinya tersebut.

Mungkin saja setelah bercerai maka dia akan menikah lagi dengan perempuan lain, begitu juga dengan mantan isterinya itu, menikah lagi dengan laki-laki lain. Dan.... kalau ternyata pendapat kubu pertama itu salah... apa yang terjadi dihadapan Tuhan?

Bukankah hal ini sangat fatal sekali bagi kehidupan orang kristen?

Karena itu, marilah kita bahas masalah ini dengan berdiri disudut netral.... kita tidak berada di kubu pertama ataupun kedua. Kita berbicara lepas dari segala kepentingan pribadi. Dan mulailah untuk melihat segala sesuatunya berdasarkan Alkitab saja. Sebab itulah pegangan yang paling kokoh bagi kita.

Ayat Matius 19:6 di atas sudah menjelaskan dengan sangat jelas, bahwa apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Titik. Lalu apa maksud dari kata diceraikan seperti yang tertulis pada Matius ini? Apakah diceraikan hanya pisah rumah saja? Ataukah yang dimaksud diceraikan itu adalah terputusnya ikatan pernikahan?

Saudara yang terkasih, sudah jelas apa yang dimaksudkan dalam Matius 19:6 ini adalah perceraian dalam arti yang sebenarnya. Yaitu terputusnya tali pernikahan. Makanya hal itu sangat ditegaskan tidak boleh dilakukan.

Nah kalau sudah jelas dilarang dalam ayat di atas, lalu mengapa ada ayat yang mengatakan demikian:

                Matius 5:32
                Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.

Ayat ini sering dipergunakan oleh kubu pertama sebagai legalitas bahwa bercerai hidup itu boleh kalau....... sekali lagi kalau..... isteri berzinah!

Karena pada kalimat “Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah” diartikan bahwa menceraikan isteri tidak boleh kecuali karena zinah. Kata-kata “kecuali karena zinah” inilah yang dijadikan dasar bahwa boleh menceraikan karena pasangan berzinah.

Mereka mengartikannya kurang lebih seperti pada kalimat “semua tidak boleh dimakan kecuali yang ini”. Artinya “yang ini” berarti boleh dimakan. Kurang lebih begitulah. Tetapi apakah benar seperti itu pengertian kalimat di Matius 5:32 itu?

Hallo...??

Coba kita perhatikan sekali lagi baik-baik. Kali ini saya akan menekankan pada kata-kata yang berbeda dari kata-kata sebelumnya. Kata Tuhan Yesus kepada mereka:
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”

Ayat ini tidak mengatakan bahwa kita boleh menceraikan isteri karena isteri telah berzinah. Coba baca secara perlahan.... pengertian yang kita dapatkan di sini adalah:

Jika kita menceraikan isteri kita, ada dua sebab yang terjadi yaitu;
pertama, isteri kita tidak berzinah dan kita ceraikan
atau
kedua, isteri kita berzinah dan kita ceraikan.

Kalau isteri kita tidak berzinah dan kita menceraikannya, maka “ia (suami) menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin (suami barunya) dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”

Seterusnya kalau kita menceraikan isteri kita karena isteri kita berbuat zinah, maka ia (suami) bukan yang menjadikan isterinya berzinah.... sebab, sebelum dicerai memang sang isteri sudah seorang pezinah. Itu pengertiannya.

Jadi ayat diatas bukan legalitas buat suami untuk menceraikan isterinya... tapi justru melalui ayat di atas, sang suamilah yang dinilai, apakah dia penyebab isterinya menjadi pezinah ataukah bukan karena sang isteri memang sudah pezinah sebelumnya. Hanya sebatas itu. Jadi ayat di atas tidak bisa dijadikan dasar untuk boleh menceraikan isteri.

Kalau begitu ayat yang mana? Dan lalu mengapa sampai ada seorang suami menceraikan isterinya? Bukankah itu berarti boleh?
Baiklah kita akan lihat apa kata Alkitab tentang boleh tidaknya perceraian.

Markus 10:11-12
Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”

Memang ayat di atas berbicara dalam kondisi yang normal alias tidak ada salah satu pihak yang berselingkuh, maka perceraian itu akan menjadi perzinahan bagi mereka berdua kalau mereka masing-masing memutuskan untuk menikah lagi dengan pasangannya yang baru. Nah bagaimana kalau sudah terlanjur bercerai?

1 Korintus 7:11
Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.

Satu-satunya alasan orang kristen boleh bercerai adalah kalau salah satu pihak adalah mereka yang tidak percaya kepada Yesus alias orang tidak beriman. Dan itupun tidak boleh pihak yang beriman yang menggugat cerai, tetapi pihak yang tidak berimanlah sebagai penggugatnya.

1 Korintus 7:15
Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.

Apa maksud dari kata tidak terikat pada ayat di atas itu saudara? Maksudnya adalah sama seperti pada ayat Roma di bawah ini:

Roma 7:2-3
Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.

Maka kalau dia menikah lagi dengan laki-laki lain atau dengan perempuan lain... maka mereka bukanlah hidup sebagai pezinah. Sebab ikatan perkawinan sebelumnya telah putus.

Demikianlah saudara, bahwa bagi kita orang kristen, perkawinan itu adalah ikatan seumur hidup. Tidak ada yang boleh menceraikan sebuah perkawinan dalam kehidupan orang-orang kristen. Seandainya pun mereka sampai memutuskan untuk berpisah, maka disarankan itu hanya untuk sementara saja sambil masing-masing pihak merenungkan kembali permasalahan mereka, untuk selanjutnya membuat mereka bersatu kembali.

Memang ada sebagian orang mencoba mencari-cari ayat pembenar untuk sebuah perceraian. Bahkan mereka mencoba untuk mencari-cari ayat yang mungkin mendukung niatan mereka untuk bercerai, salah satunya ayat itu adalah yang tercantum pada:

Matius 19:9
Tetapi Aku berkata kepadamu: “Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”

Ayat ini memang seolah-olah mengijinkan perceraian, tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Baiklah kita coba dalami apa yg dimaksud dengan ayat ini.

Dalam budaya Yahudi pada masa itu, setiap pasangan sebelum mengikatkan diri dalam suatu perkawinan, mereka biasanya akan bertunangan terlebih dahulu. Dan status pertunangan disana, sudah mirip seperti masuk dalam suatu pernikahan. Bahkan masing-masing sudah menganggap tunangannya itu seperti isteri dan suaminya. Hal ini dapat kita lihat dalam ayat berikut :

                Lukas 2:4-6
                Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, – karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud – supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktuya bagi maria untuk bersalin,

Matius 1:19
Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.

Dapat kita lihat disini bahwa saat masih bertunangan, maria dan yusuf sudah dianggap sebagai suami dan isteri. Dan kalaupun mereka mau berpisah dalam masa tunangan ini, maka perpisahan itu juga dinamakan dengan bercerai.

Jadi yang dimaksud bercerai dalam ayat ini bukanlah bercerai karena mereka sudah sah sebagai suami isteri, tapi bercerai karena mereka sudah sah dalam bertunangan... sehingga perpisahan dalam bertunangan inipun dinamakan bercerai.

Karena  kitab Matius ditujukan kepada pembaca orang Yahudi, maka mereka bisa menangkap apa yang dimaksudkan dalam Matius 19:9 ini, itulah mengapa dalam tiga kitab lainnya tidak ada satupun kalimat yang memiliki pengertian boleh bercerai karena zinah. sebab kitab-kitab lainnya ditujukan untuk pembaca bukan Yahudi yang tidak mengenal budaya "tunangan" ala Yahudi ini.

Mengacu pada ayat di atas, maka yang dimaksud dengan ayat Matius 19:9 tersebut adalah perceraian dalam masa pertunangan, bukan perceraian dalam masa setelah menikah. Dasarnya apa?

Dasarnya adalah pada kalimat “kecuali karena zinah” itu, sebab kata menurut bahasa aslinya yg dimaksud zinah disini lebih tepatnya diterjemahkan dengan “percabulan” dan berbeda dengan kata “ia berbuat zinah” dibelakangnya. Sebab kata zinah yang kedua ini sudah tepat diterjemahkan dengan kata zinah. (tentang pengertian arti kata ini dapat saudara ikuti penjelasan pdt. Eddy Leo)

Lalu apa yang dimaksud dengan “percabulan” itu? Yah salah satu yang dimaksud dengan percabulan itu kalo dalam masa tunangan ini salah satu pihak tidak setia dengan pasangannya, termasuk melakukan hubungan suami isteri dengan bukan pasangannya maka itu termasuk dalam hal yang disyaratkan boleh untuk dicerai alias memutuskan tali pertunangan.

Jadi jelas tidak ada ayat yang mendukung orang kristen yang sudah menikah untuk bercerai. Perceraian dalam pernikahan kristen cuma disebabkan oleh dua faktor saja, yaitu karena salah satu pasangan telah meninggal sesuai dengan Roma 7:2-3 atau karena pasangan yang tidak seiman bersikeras mengajukan perceraian seperti pada ayat di 1 Korintus 7:15.

Dalam hal ini orang kristen yang dicerai mati atau diceraikan oleh pasangan yang tidak seiman tadi baru boleh menikah lagi. Selebihnya kalaupun pasangan kristen ada yang memutuskan untuk bercerai, maka mereka masing-masing tidak boleh menikah lagi sampai salah satu diantara mereka ada yang meninggal dunia, atau berdamailah satu sama lain.

Pada akhirnya ini kembali kepada diri kita masing-masing. Kita boleh saja berbeda pendapat, sebab bisa saja saya juga yang salah dalam menyimpulkan apa yang ingin Alkitab sampaikan kepada kita. Semoga sharing kali ini sedikit banyak dapat menambah pemahaman kita. Ambillah apa yang patut diambil dan buanglah apa yang saudara anggap tidak benar.

Salam.