Translate

Kamis, 01 November 2012

Pendewasaan Iman


Ibrani

5:12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.
5:13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.

-------------------------------------

Pernah saya mengalami sendiri dalam satu gereja telah diadakan suatu pembaptisan atas diri seorang bapak yang sudah cukup berusia. Dia telah menyatakan dirinya sebagai pengikut Kristus, dan karena itu dia telah menyerahkan dirinya untuk dibaptis. Terus terang, saya tidak mengetahui latar belakangnya mengapa dia sampai bersedia menjadi pengikut Kristus. Boleh jadi hal ini karena pengaruh dari isterinya yang memang telah menjadi pengikut Kristus sejak lama.

Sebagaimana kita ketahui bersama, sudah tentu sebelum yang bersangkutan diijinkan untuk memperoleh baptisan, dia juga telah mengalami pengenalan akan kekristenan. Dia juga harus belajar ini dan itu tentang kekristenan, dan segala hal yang dirasakan perlu lainnya.

Saat pembaptisan selesai, tentu sebagaimana umumnya maka jemaat dalam gereja akan diundang untuk berdiri menyambut dia sebagai bagian dari anggota jemaat yang baru. Ada suka cita tentunya di antara jemaat. Ada rasa syukur kepada Tuhan karena seorang lagi anak manusia telah diselamatkan.

Selesai itu,.... selesailah sudah!

Jemaat pulang. Dan hari-hari terus berlalu seperti biasanya. Minggupun berganti minggu. Dan bulanpun berlalu dengan cepatnya.

Tanpa terasa satu tahunpun berlalu pula....

Dan tiba-tiba, terdengarlah berita LUAR BIASA!

Si A, yang tempo hari sudah dibaptis, sekarang telah murtad! Dia telah kembali pada kepercayaannya yang lama. Dengar-dengar, dia murtad karena telah beberapa bulan ini dia telah menerima bantuan sekarung beras setiap bulannya dari tetangga yang beragama sama seperti agamanya yang lama.

Wah, pendeta mulai sibuk. Dibentuklah tim kecil terdiri dari beberapa orang. Mereka bermaksud untuk mengunjungi yang bersangkutan dengan tujuan ingin “menarik” dia kembali kepada Kristus.

Apa yang terjadi saudara? Saat tim kecil ini berkunjung ke rumah yang bersangkutan, tetangganya ini datang menghadang dengan pesan yang cukup jelas. Kurang lebih begini :

“Jangan pernah sekalipun menginjili lagi si A!, sebab dia sudah beragama X. kalau kalian berani coba-coba, rasakan sendiri akibatnya!”

Alkisah, kembalilah tim kecil ini dengan kecil hati pula. Saat kembalinya tim kecil ini ke gereja, saat itu juga bubarlah tim kecil ini. Tamat.

Hari-hari berikutnya saat jemaat mempertanyakan mengapa hal demikian bisa terjadi, maka jawabannya tentu sudah dapat saudara duga.

“si A tidak kuat iman, dia terlalu materialistis, masak cuma di sogok sekarung beras tiap bulan dia kembali murtad? Orang yang kuat iman tidak mungkin murtad!”
“itu salah dia sendiri, dia lebih memilih duniawi, tidak tahan cobaan, orang yang kuat iman tidak mungkin murtad!”

Dan seribu satu jawaban lainnya yang mengandung satu inti yang identik, yaitu salah si A sendiri. Titik.

----------------------------------

Sungguh menyedihkan sekali kalau keadaan ini terjadi dalam gereja dimana saudara berjemaat. Saat si A bertobat, ada suka cita bukan saja di gereja namun juga di sorga. Bukankah itu yang Alkitab katakan? Dan sekarang? Saat dia murtad....???

Kita memang tidak bisa mengetahui latar belakang seseorang bertobat itu apa. Apakah dia punya motivasi tersembunyi atau tidak, itu memang di luar kuasa kita. Bisa saja seseorang itu “bertobat” hanya dengan maksud untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Bisa saja.

Namun demikian, karena kita tidak bisa mengetahui dengan pasti motivasi sesungguhnya dari mereka yang bertobat, maka kitapun tidak berhak untuk berpendapat seseorang itu bertobat dengan motivasi tidak jujur. Sebab kita memang tidak bisa mengetahuinya bukan?

Yang paling logis bagi kita adalah tetap menganggap mereka bertobat dengan tulus. Itu saja.

Mengapa saya perlu menegaskan akan hal ini? Karena tidak sedikit orang yang akan membela dirinya dari rasa ikut bertanggung jawab atas kemurtadan seseorang seperti di atas, dengan beralasan bahwa yang bersangkutan memang tidak bertobat sungguh-sungguh dulunya. Cuma mencari keuntungan pribadi dalam jemaat, dan kalau keuntungan pribadi itu tidak didapatkannya lagi, maka dia akan otomatis murtad. Itu yang sering dilontarkan mereka yang mau lepas dari rasa tanggung jawabnya atas keadaan ini.

Saudara, jangan pernah sekalipun kita sampai mengatakan hal yang demikian. Sebab kalau sekiranya si A itu memang tidak memiliki motivasi jelek dalam pertobatannya dulu, maka otomatis kita sudah menjadi seorang penfitnah. Kita telah menfitnah dia untuk hal yang tidak dia lakukan.

Dengan kemurtadan dia saja kita sudah seharusnya merasa ikut bersalah, lalu masihkah kita akan menambahkan kesalahan kita dengan ikut menfitnahnya pula?

Kesalahan yang ditimpakan pada orang yang murtad, dengan mengatakan bahwa dia tidak kuat iman, adalah seperti melemparkan kotoran pada muka kita sendiri. Mengapa demikian?

Dalam kasus si A yang kembali murtad di atas, sebenarnya kesalahan bukan pada si A sendiri. Tetapi sesungguhnyalah, kesalahan itu ada pada gembalanya, plus seluruh majelis dan jemaat di gereja itu.

Apa korelasinya sampai bisa begitu?

Begini, seandainya saja, gembala atau pendeta pada gereja di mana si A berjemaat (anggap saja gereja Q) ini ditawari untuk menduduki suatu jabatan penting seperti jadi gubernur misalkan, terus diberikan sebuah rumah mewah, diberikan beberapa gadis muda dan cantik-cantik sebagai isteri, lalu ditambah lagi dengan sebuah perusahaan besar sebagai milik pribadi.... dan segala fasilitas lainnya yang cukup mengiurkan hanya dengan satu syarat, MURTAD dan HUJATLAH YESUS!

Kira-kira.... mau tidak pendeta ini murtad dan menghujat Yesus?

Seorang yang benar-benar mengenal siapa Yesus itu sesungguhnya, bagaimana tanpa Yesus dia dipastikan bakalan ke neraka dan mengalami kematian kekal, sudah pasti akan dengan tegas menjawab “TIDAK !”

Benar, jawaban itu pasti dan tanpa kompromi lagi. Pendeta di gereja Q itu pasti tidak akan pernah bisa murtad dan menghujat Yesus hanya demi semua kenikmatan duniawi itu. Tidak akan pernah!

Bagaimana dengan saudara? He..he... intermezo sedikit.

Lalu sekarang kembali ke si A tadi. Kalau pendeta di gereja Q itu tidak akan pernah bisa murtad demi jabatan gubernur, rumah mewah, beberapa isteri yang muda dan cantik-cantik serta perusahaan besar milik pribadi, lalu mengapa si A ini bisa dengan entengnya murtad hanya demi sekarung beras setiap bulannya?

Coba kita pikirkan dengan nalar yang sehat!

Bagaimana mungkin si A, dengan entengnya bisa murtad hanya demi sekarung beras, sementara pendeta itu tidak mungkin murtad dengan tawaran kekayaan yang seabrek-abrek banyaknya?

Apa jawabannya saudara?

Jawabannya jelas karena si A ini, tidak mengenal siapa Yesus sesungguhnya. Itu saja!

Kalau si A juga mengenal siapa Yesus itu sesungguhnya sama seperti apa yang dikenal oleh pendeta gereja Q itu, mustahil dia mau murtad. Jangankan hanya demi sekarung beras, demi seluruh dunia inipun dia tidak akan pernah mau murtad dan menyangkal Yesus.

Lalu sekarang salah siapa kalau si A sampai tidak bisa mengenali siapa Yesus itu sesungguhnya? Mengapa saat si A menjadi bagian dari jemaat gereja Q, pendeta dan majelis sekaligus jemaat di gereja itu tidak ikut merasa terbebani untuk mendewasakan iman si A?

Mengapa setelah si A murtad dan bukan bagian dari jemaat lagi, baru pendeta dan seluruh jemaat dalam tim kecil itu sibuk berusaha untuk menjangkaunya kembali? Mengapa? Bukankah saat dia bagian dari jemaat banyak peluang waktu untuk mendewasakan iman dia? Pendeta sibuk? Kalau begitu jangan sibuk kalau ada yang murtad! Tunggu saja saat dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan.

Tugas pendewasaan iman jemaat, pertama-tama adalah menjadi tugas pendeta. Pendetalah yang menjadi gembala jemaat. Karena itu tugas utama pendetalah untuk mendewasakan iman jemaatnya.

Majelis dan jemaat di gereja itu baru bisa ikut berperan untuk mendewasakan iman sesama jemaat kalau iman mereka sendiri sudah dewasa. Disinilah diperlukan pemuridan itu. Kalau pemuridan ini bisa berjalan dengan baik, maka otomatis tugas pendewasaan iman di antara jemaat (terutama jemaat baru) akan lebih ringan bagi pendetanya. Sebab tugas itu tidak diemban sendirian oleh pendeta yang bersangkutan.

Jadi dalam hal murtadnya si A, pertama-tama yang harus dipersalahkan adalah pendeta di mana si A berjemaat. Terlebih lagi sebelum si A dibaptis dia telah terlebih dahulu mendapatkan “pendidikan” oleh pendeta di gereja yang bersangkutan.

Saya tidak tahu jenis pendidikan seperti apa yang telah diberikan sehingga, bahkan setelah di baptispun, ternyata si A masih belum mengenal siapa Yesus, dan bagaimana perlunya dia akan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya.

Kalau melihat bagaimana dengan mudahnya si A murtad, maka sudah dapat dipastikan bahwa pendidikan yang telah di peroleh sebelum pembaptisannya itu telah gagal total.

Karena itu saudara, janganlah pernah kita menganggap sepeleh pendewasaan iman ini.

Seseorang yang mengikuti Yesus tapi tidak mengenal siapa Yesus itu sendiri, dia sama seperti telur di ujung tanduk. Setiap saat, dia akan dengan mudahnya menyangkal Yesus. Keselamatannya berada dalam bahaya. Dan bukan keselamatannya sendiri saja, bahkan keselamatan seisi rumahnya.

Itulah mengapa kita sering melihat bagaimana dengan mudahnya seorang ayah atau ibu memberikan ijin anaknya untuk memeluk agama lain hanya demi menikah dengan orang yang tidak seiman.

Dalam pandangan mereka, agama manapun baik. Sebab semua agama mencari Tuhan. Jadi baik agama ini maupun agama itu sama baiknya. Yang penting tidak berbuat jahat. Itu saja.

Yohanes

14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

Klaim Yesus jelas, hanya Dia saja yang membawa hidup. Tanpa Dia, kita tidak akan sampai ke tempat Bapa. Karena itu menjadi PR kita semua untuk saling mendewasakan iman sesama. Semoga sedikit ulasan kita ini dapat menjadi berkat bagi yang membutuhkan.

YBU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar