Ibrani
5:12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari
sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan
asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan
makanan keras.
5:13
Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang
kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.
-------------------------------------
Pernah saya
mengalami sendiri dalam satu gereja telah diadakan suatu pembaptisan atas diri
seorang bapak yang sudah cukup berusia. Dia telah menyatakan dirinya sebagai
pengikut Kristus, dan karena itu dia telah menyerahkan dirinya untuk dibaptis.
Terus terang, saya tidak mengetahui latar belakangnya mengapa dia sampai
bersedia menjadi pengikut Kristus. Boleh jadi hal ini karena pengaruh dari
isterinya yang memang telah menjadi pengikut Kristus sejak lama.
Sebagaimana kita
ketahui bersama, sudah tentu sebelum yang bersangkutan diijinkan untuk memperoleh
baptisan, dia juga telah mengalami pengenalan akan kekristenan. Dia juga harus
belajar ini dan itu tentang kekristenan, dan segala hal yang dirasakan perlu
lainnya.
Saat pembaptisan
selesai, tentu sebagaimana umumnya maka jemaat dalam gereja akan diundang untuk
berdiri menyambut dia sebagai bagian dari anggota jemaat yang baru. Ada suka
cita tentunya di antara jemaat. Ada rasa syukur kepada Tuhan karena seorang
lagi anak manusia telah diselamatkan.
Selesai itu,....
selesailah sudah!
Jemaat pulang. Dan
hari-hari terus berlalu seperti biasanya. Minggupun berganti minggu. Dan bulanpun
berlalu dengan cepatnya.
Tanpa terasa
satu tahunpun berlalu pula....
Dan tiba-tiba,
terdengarlah berita LUAR BIASA!
Si A, yang tempo
hari sudah dibaptis, sekarang telah murtad! Dia telah kembali pada
kepercayaannya yang lama. Dengar-dengar, dia murtad karena telah beberapa bulan
ini dia telah menerima bantuan sekarung beras setiap bulannya dari tetangga
yang beragama sama seperti agamanya yang lama.
Wah, pendeta
mulai sibuk. Dibentuklah tim kecil terdiri dari beberapa orang. Mereka bermaksud
untuk mengunjungi yang bersangkutan dengan tujuan ingin “menarik” dia kembali
kepada Kristus.
Apa yang terjadi
saudara? Saat tim kecil ini berkunjung ke rumah yang bersangkutan, tetangganya
ini datang menghadang dengan pesan yang cukup jelas. Kurang lebih begini :
“Jangan pernah
sekalipun menginjili lagi si A!, sebab dia sudah beragama X. kalau kalian
berani coba-coba, rasakan sendiri akibatnya!”
Alkisah,
kembalilah tim kecil ini dengan kecil hati pula. Saat kembalinya tim kecil ini
ke gereja, saat itu juga bubarlah tim kecil ini. Tamat.
Hari-hari
berikutnya saat jemaat mempertanyakan mengapa hal demikian bisa terjadi, maka
jawabannya tentu sudah dapat saudara duga.
“si A tidak kuat
iman, dia terlalu materialistis, masak cuma di sogok sekarung beras tiap bulan
dia kembali murtad? Orang yang kuat iman tidak mungkin murtad!”
“itu salah dia
sendiri, dia lebih memilih duniawi, tidak tahan cobaan, orang yang kuat iman
tidak mungkin murtad!”
Dan seribu satu
jawaban lainnya yang mengandung satu inti yang identik, yaitu salah si A
sendiri. Titik.
----------------------------------
Sungguh menyedihkan
sekali kalau keadaan ini terjadi dalam gereja dimana saudara berjemaat. Saat si
A bertobat, ada suka cita bukan saja di gereja namun juga di sorga. Bukankah itu
yang Alkitab katakan? Dan sekarang? Saat dia murtad....???
Kita memang
tidak bisa mengetahui latar belakang seseorang bertobat itu apa. Apakah dia
punya motivasi tersembunyi atau tidak, itu memang di luar kuasa kita. Bisa saja
seseorang itu “bertobat” hanya dengan maksud untuk mengambil keuntungan bagi
dirinya sendiri. Bisa saja.
Namun demikian,
karena kita tidak bisa mengetahui dengan pasti motivasi sesungguhnya dari
mereka yang bertobat, maka kitapun tidak berhak untuk berpendapat seseorang itu
bertobat dengan motivasi tidak jujur. Sebab kita memang tidak bisa
mengetahuinya bukan?
Yang paling
logis bagi kita adalah tetap menganggap mereka bertobat dengan tulus. Itu saja.
Mengapa saya
perlu menegaskan akan hal ini? Karena tidak sedikit orang yang akan membela
dirinya dari rasa ikut bertanggung jawab atas kemurtadan seseorang seperti di
atas, dengan beralasan bahwa yang bersangkutan memang tidak bertobat
sungguh-sungguh dulunya. Cuma mencari keuntungan pribadi dalam jemaat, dan
kalau keuntungan pribadi itu tidak didapatkannya lagi, maka dia akan otomatis
murtad. Itu yang sering dilontarkan mereka yang mau lepas dari rasa tanggung
jawabnya atas keadaan ini.
Saudara, jangan
pernah sekalipun kita sampai mengatakan hal yang demikian. Sebab kalau
sekiranya si A itu memang tidak memiliki motivasi jelek dalam pertobatannya
dulu, maka otomatis kita sudah menjadi seorang penfitnah. Kita telah menfitnah
dia untuk hal yang tidak dia lakukan.
Dengan kemurtadan
dia saja kita sudah seharusnya merasa ikut bersalah, lalu masihkah kita akan
menambahkan kesalahan kita dengan ikut menfitnahnya pula?
Kesalahan yang
ditimpakan pada orang yang murtad, dengan mengatakan bahwa dia tidak kuat iman,
adalah seperti melemparkan kotoran pada muka kita sendiri. Mengapa demikian?
Dalam kasus si A
yang kembali murtad di atas, sebenarnya kesalahan bukan pada si A sendiri. Tetapi
sesungguhnyalah, kesalahan itu ada pada gembalanya, plus seluruh majelis dan jemaat
di gereja itu.
Apa korelasinya
sampai bisa begitu?
Begini, seandainya
saja, gembala atau pendeta pada gereja di mana si A berjemaat (anggap saja
gereja Q) ini ditawari untuk menduduki suatu jabatan penting seperti jadi
gubernur misalkan, terus diberikan sebuah rumah mewah, diberikan beberapa gadis
muda dan cantik-cantik sebagai isteri, lalu ditambah lagi dengan sebuah
perusahaan besar sebagai milik pribadi.... dan segala fasilitas lainnya yang
cukup mengiurkan hanya dengan satu syarat, MURTAD dan HUJATLAH YESUS!
Kira-kira....
mau tidak pendeta ini murtad dan menghujat Yesus?
Seorang yang
benar-benar mengenal siapa Yesus itu sesungguhnya, bagaimana tanpa Yesus dia
dipastikan bakalan ke neraka dan mengalami kematian kekal, sudah pasti akan
dengan tegas menjawab “TIDAK !”
Benar, jawaban
itu pasti dan tanpa kompromi lagi. Pendeta di gereja Q itu pasti tidak akan pernah
bisa murtad dan menghujat Yesus hanya demi semua kenikmatan duniawi itu. Tidak akan
pernah!
Bagaimana dengan
saudara? He..he... intermezo sedikit.
Lalu sekarang
kembali ke si A tadi. Kalau pendeta di gereja Q itu tidak akan pernah bisa
murtad demi jabatan gubernur, rumah mewah, beberapa isteri yang muda dan cantik-cantik
serta perusahaan besar milik pribadi, lalu mengapa si A ini bisa dengan
entengnya murtad hanya demi sekarung beras setiap bulannya?
Coba kita
pikirkan dengan nalar yang sehat!
Bagaimana mungkin
si A, dengan entengnya bisa murtad hanya demi sekarung beras, sementara pendeta
itu tidak mungkin murtad dengan tawaran kekayaan yang seabrek-abrek banyaknya?
Apa jawabannya
saudara?
Jawabannya jelas
karena si A ini, tidak mengenal siapa Yesus sesungguhnya. Itu saja!
Kalau si A juga
mengenal siapa Yesus itu sesungguhnya sama seperti apa yang dikenal oleh
pendeta gereja Q itu, mustahil dia mau murtad. Jangankan hanya demi sekarung
beras, demi seluruh dunia inipun dia tidak akan pernah mau murtad dan
menyangkal Yesus.
Lalu sekarang
salah siapa kalau si A sampai tidak bisa mengenali siapa Yesus itu
sesungguhnya? Mengapa saat si A menjadi bagian dari jemaat gereja Q, pendeta
dan majelis sekaligus jemaat di gereja itu tidak ikut merasa terbebani untuk
mendewasakan iman si A?
Mengapa setelah
si A murtad dan bukan bagian dari jemaat lagi, baru pendeta dan seluruh jemaat
dalam tim kecil itu sibuk berusaha untuk menjangkaunya kembali? Mengapa? Bukankah
saat dia bagian dari jemaat banyak peluang waktu untuk mendewasakan iman dia? Pendeta
sibuk? Kalau begitu jangan sibuk kalau ada yang murtad! Tunggu saja saat dimintai pertanggungjawabannya
di hadapan Tuhan.
Tugas pendewasaan
iman jemaat, pertama-tama adalah menjadi tugas pendeta. Pendetalah yang menjadi
gembala jemaat. Karena itu tugas utama pendetalah untuk mendewasakan iman
jemaatnya.
Majelis dan
jemaat di gereja itu baru bisa ikut berperan untuk mendewasakan iman sesama
jemaat kalau iman mereka sendiri sudah dewasa. Disinilah diperlukan pemuridan
itu. Kalau pemuridan ini bisa berjalan dengan baik, maka otomatis tugas
pendewasaan iman di antara jemaat (terutama jemaat baru) akan lebih ringan bagi
pendetanya. Sebab tugas itu tidak diemban sendirian oleh pendeta yang
bersangkutan.
Jadi dalam hal
murtadnya si A, pertama-tama yang harus dipersalahkan adalah pendeta di mana si
A berjemaat. Terlebih lagi sebelum si A dibaptis dia telah terlebih dahulu
mendapatkan “pendidikan” oleh pendeta di gereja yang bersangkutan.
Saya tidak tahu
jenis pendidikan seperti apa yang telah diberikan sehingga, bahkan setelah di
baptispun, ternyata si A masih belum mengenal siapa Yesus, dan bagaimana
perlunya dia akan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya.
Kalau melihat
bagaimana dengan mudahnya si A murtad, maka sudah dapat dipastikan bahwa
pendidikan yang telah di peroleh sebelum pembaptisannya itu telah gagal total.
Karena itu
saudara, janganlah pernah kita menganggap sepeleh pendewasaan iman ini.
Seseorang yang
mengikuti Yesus tapi tidak mengenal siapa Yesus itu sendiri, dia sama seperti
telur di ujung tanduk. Setiap saat, dia akan dengan mudahnya menyangkal Yesus. Keselamatannya
berada dalam bahaya. Dan bukan keselamatannya sendiri saja, bahkan keselamatan
seisi rumahnya.
Itulah mengapa
kita sering melihat bagaimana dengan mudahnya seorang ayah atau ibu memberikan
ijin anaknya untuk memeluk agama lain hanya demi menikah dengan orang yang
tidak seiman.
Dalam pandangan
mereka, agama manapun baik. Sebab semua agama mencari Tuhan. Jadi baik agama
ini maupun agama itu sama baiknya. Yang penting tidak berbuat jahat. Itu saja.
Yohanes
14:6
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan
dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku.
Klaim Yesus
jelas, hanya Dia saja yang membawa hidup. Tanpa Dia, kita tidak akan sampai ke
tempat Bapa. Karena itu menjadi PR kita semua untuk saling mendewasakan iman
sesama. Semoga sedikit ulasan kita ini dapat menjadi berkat bagi yang
membutuhkan.
YBU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar