Dalam beribadah
setiap minggu di gereja, sudah tentu kita akan berusaha untuk mengikuti semua
tata cara yang ada dalam gereja dimana kita berjemaat. Dari mulai cara ibadah
diawali, sampai dengan cara ibadah itu diakhiri. Semua ada tata caranya dan
kita juga maklum bahwa semua tata cara itu telah di atur oleh denominasi dimana
kita berjemaat.
Namun demikian,
terkadang tata cara dalam beribadah ini tidak jarang mengalami penambahan di
sana sini oleh pendeta ataupun majelis dalam gereja yang bersangkutan. Artinya,
aturan tata cara yang telah ditetapkan oleh denominasi, ternyata masih
mengalami tambal sulam oleh pihak-pihak dalam gereja lokal, baik itu inisiatif
dari pendetanya ataupun oleh majelisnya.
Sebenarnya mereka
tidak bermaksud jelek, mungkin saja tambal sulam tersebut dimaksudkan agar
jalannya ibadah dapat lebih hikmat lagi, ataupun lebih teratur, lebih manis dan
lain sebagainya. Intinya, mereka berusaha sebisa mungkin memberikan nilai yang
lebih hikmat bagi jemaatnya.
Namun demikian,
terkadang ada hal-hal yang dirasa tidak perlu ikut pula ditambahkan dalam tata
cara tersebut, sehingga kesan yang ditimbulkan bukan lagi hikmat, malahan dapat
memberikan kesan jelek bagi pendeta yang bersangkutan dari jemaatnya sendiri.
Ada satu gereja
lokal yang saya ketahui memulai ibadahnya sama seperti seorang hakim memulai
persidangan di ruang pengadilan. Dimana saat pendetanya memasuki ruangan
gereja, maka semua jemaatnya diminta untuk berdiri menyambutnya. Wah... pendeta
ini cuma kurang toga saja saya rasa.
Ibadah di gereja
ini dimulai dengan jemaat duduk ditempatnya, dan sesaat sebelum pendeta masuk,
semua jemaat di minta untuk berdiri, saat itulah pendeta masuk diikuti oleh
beberapa majelisnya. Pendeta berjalan dimuka dan kemudian naik ke mimbar. Majelis
kemudian duduk dibagian muka.
Ada yang jelek? Sepintas
selalu tidak!
Lalu mengapa
dipermasalahkan?
Nah, disinilah
letak pembahasan kita saudara. Saya tidak mengetahui secara pasti apa motivasi dari
tata cara itu diadakan, tetapi yang dirasakan oleh sebagian dari jemaat
adalah.... apakah pendeta kita ini gila hormat? Sehingga dia merasa perlu
mendapatkan penghormatan seperti itu?
Saat jemaat
diminta untuk berdiri.... maka mau tidak mau, kesan yang didapat dalam jemaat adalah,
jemaat diminta untuk menghormati pendeta sewaktu pendeta tersebut memasuki
ruangan. Adakah alasan lain selain ini? Jelas tidak! Sebab kesan ini sudah
terpeta dengan jelas dalam kehidupan kita sehari-hari. Baik itu dalam ruang
pengadilan, maupun dalam acara-acara kenegaraan tertentu dimana pejabat penting
selalu disambut dengan mengundang hadirin untuk berdiri sebagai penghormatan.
Jadi saat jemaat
diminta untuk berdiri dalam gereja saat pendeta memasuki ruangan, mau tidak
mau, gambaran penghormatan untuk seorang penguasa dengan jelas tergambar dalam tata
cara ini. Pendeta jadi seolah-olah seperti seorang yang sangat dihormati
sekali. Tiba-tiba saja gambaran seorang pendeta yang adalah bagaikan gembala
bagi jemaatnya berubah seketika itu juga. Pendeta jadi seperti menuntut rasa hormat
dari jemaatnya.
Saudara
terkasih, mungkin saja ada diantara pendeta yang demikian bertanya, salahkah
jika mereka menuntut untuk dihormati?
Menurut saya,...
jelas ini pertanyaan yang aneh luar biasa. Mengapa demikian? Penghormatan tidak
datang dari cara demikian. Setiap kita juga menghormati orang tua kita dan
tidak dengan cara demikian kita menghormati mereka.
Pendeta bukanlah
penguasa. Pendeta adalah gembala bagi jemaatnya. Pengembalaan yang adalah tugas
pendeta ini, baru bisa berjalan dengan baik kalau dilakukan dengan kasih, bukan
dengan rasa segan ataupun hormat seperti menghormati seorang penguasa.
Bagaimana mungkin
seorang jemaat yang memiliki rasa hormat berlebihan terhadap gembalanya dapat
dengan enjoy membawa permasalahan pribadinya untuk disharingkan dengan
pendetanya itu? Yang ada justru rasa segan dalam diri jemaat tersebut untuk
membicarakannya. Dan hubungan yang demikian bukanlah hubungan yang sehat antara
seorang pendeta dengan jemaatnya.
Satu hal yang
seharusnya para pendeta sadari adalah,.... siapakah selama ini yang selalu
menuntut untuk dipanggil dengan sebutan “Hamba Tuhan” ?
Bukankah predikat
Hamba Tuhan ini selalu digembar gemborkan oleh para pendeta ini untuk
menggelarkan diri mereka sendiri?
Saya pernah
bertanya tentang hal ini, kalau pendeta adalah Hamba Tuhan, lalu siapakah
jemaat itu? Hamba siapakah jemaat itu? Bukankah hanya ada dua perhambaan saja
di dunia ini? Kalau bukan hamba Tuhan, yah otomatis hamba setan donk?.... Saudara tahu apa jawabannya?
Ternyata saudara,...
jemaat mendapat gelarnya sendiri yang luar biasa sekali. Tahu apa gelarnya itu?
Gelar yang disematkan pada jemaat adalah “Anak Allah”.
Jadi sebagian
pendeta memberikan pengertian bahwa jemaat itu, adalah Anak Allah. Dan mereka
para pendeta itu adalah Hamba Tuhan. Wah, klop donk.... jemaat adalah Anak-anak
Allah dan pendeta sebagai Hamba Tuhan.
Senangkah jemaat
mendapatkan gelarnya yang sedemikian hebat itu? Jelas donk, mana ada jemaat
yang menolak gelar sebagai Anak Allah. Sebab gelar ini memang sangat Alkitabiah
sekali. Bukankah memang demikian yang kita dapatkan dalam Alkitab?
Roma
8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh
Allah, adalah anak Allah.
8:15 Sebab kamu tidak menerima roh
perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh
yang menjadikan kamu anak Allah.
Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Sekarang saudara,
kalau benar penilaian dari para pendeta itu bahwa kita adalah Anak-anak Allah
dan mereka adalah Hamba Tuhan, lalu mengapa mereka masih juga menuntut agar
jemaat - yang adalah anak-anak Allah -
menghormati mereka yang cuma seorang hamba? Bahkan menuntut penghormatan dengan
cara berdiri menyambut mereka dalam gereja?
Seorang anak,
sudah tentu lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan seorang hamba. Bagaimana
mungkin seorang hamba menuntut anak dari majikannya untuk menghormati mereka
seperti menghormati seorang penguasa?
Apa tidak
terbalik saudara? Bukankah seorang hambalah yang harus menghormati seorang anak
majikannya?
Siapakah yang ngotot
mengelarkan diri mereka sebagai Hamba Tuhan selama ini? Bukankah para pendeta? Tahukah
saudara bahwa hamba itu adalah pelayan? Seorang hamba sama artinya dengan
seorang pelayan.
Tahukah saudara tugas
seorang pendeta, yang adalah hamba Tuhan, yang adalah pelayan Tuhan di dunia
ini? Bukankah tugasnya melayani anak-anak Allah? Melayani secara jasmani? Sudah tentu bukan!... tetapi jelas melayani secara rohani dari anak-anak Allah. Tetapi apapun
itu, tugas seorang pendeta adalah melayani. Titik.
Sekarang,
setelah mengetahui tugas dan peranan masing-masing, masihkah seorang pendeta
menuntut penghormatan dari jemaatnya secara berlebihan?
Saudara, tidak
selayaknya seorang pendeta menuntut penghormatan dari jemaatnya. Sebab dengan
melakukan itu, dia tidak lagi berperan sebagai Hamba Tuhan. Tanpa menuntut
penghormatanpun, pada dasarnya semua jemaat juga telah menghormati dan
mencintai pendetanya. Karena itu janganlah ditambah-tambahkan dengan tata cara
yang justru, dapat menjadi batu sandungan bagi jemaatnya sendiri.
Mungkin saja
nanti ada yang bilang jemaat di minta untuk berdiri saat itu bukan dalam rangka
penghormatan pada pendeta, tetapi kepada Tuhan.
Oklah, kalau itu alasannya,....
Tetapi apakah
kehadiran Tuhan hanya ada dalam ibadah mingguan itu saja? Bukankah kehadiran
Tuhan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Lalu mengapa hanya pada ibadah
mingguan itu saja kehadiran Tuhan harus kita hormati dengan berdiri? Apakah kehadiran
Tuhan disanapun sama seperti kehadiran pendetanya? Jadi ceritanya saat pendeta
masuk maka Tuhan baru masuk juga? Dari mana pendetanya tahu akan hal itu? Pendetanya
bisa lihat Tuhan gitu? Wah...wah....
Saudara,
janganlah kita mencari-cari alasan yang nantinya malah memberikan efek domino. Jelas-jelas
alasan-alasan demikian sama sekali tidak masuk di akal. Justru dengan
memberikan penghormatan dengan cara berdiri sewaktu pendeta masuk, disadari
ataupun tidak, malah lebih memberikan penghormatan itu kepada pendetanya dan
bukan kepada Tuhan.
Tuhan itu kasih,
dan Dia lebih suka kita mengasihiNya. Tuhan tidak butuh penghormatan ala
pejabat. Tuhan ingin kita anak-anakNya dapat mengasihNya dengan segenap hati
kita. Bukan dengan segenap rasa segan kita.
Jangan pernah
pendeta melakukan itu semua karena mencontoh seorang hakim yang memasuki ruang
sidang. Seorang hakim memasuki ruang sidang dalam rangka menegakkan wibawa
hukum. Seorang pendeta memasuki ruang gereja dalam rangka melayani. Jelas missi
kedua profesi ini berbeda sekali. Jadi jangan diperlakukan sama!
Seorang pelayan
yang baik, tidak pernah menuntut penghormatan dari siapapun. Dan apa kata Tuhan
Yesus tentang siapa yang terbesar dalam kerajaan sorga?
Lukas
22:26
Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah
menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.
Demikianlah saudara,
terutama mereka yang bertugas melayani, janganlah saudara menuntut hormat dan
penghormatan. Biarlah lakukan apa yang menjadi tugas dan kewajiban saudara,
maka segala hormat dan penghormatan akan saudara dapatkan dengan sendirinya.
Semoga sharing
ini dapat menjadi berkat bagi kita semua. Saudara dapat menolak apa yang saudara
anggap tidak benar.
Tuhan Yesus
memberkati.
Amin.
NB : Klarifikasi telah didapat dan telah ada perubahan. Tulisan ini tetap di buat sebagai pengingat bagi kita untuk mawas diri dari hal-hal yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya.
NB : Klarifikasi telah didapat dan telah ada perubahan. Tulisan ini tetap di buat sebagai pengingat bagi kita untuk mawas diri dari hal-hal yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar